Posted on: Thursday, November 25, 2021
Jakarta, CNBC Indonesia
Nilai tukar rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.255/US$ Rabu kemarin, mengakhiri pelemahan tipis-tipis dalam 2 hari sebelumnya. Meski demikian, rupiah berisiko kembali tertekan pada perdagangan Kamis (25/11) sebab dolar AS "angin surga" yang membuatnya lagi-lagi melesat.
Pada perdagangan Rabu kemarin, indeks dolar AS melesat 0,37% ke 96,844 yang merupakan level tertinggi sejak Juli 2020.
Kenaikan tersebut dipicu spekulasi bank sentral AS (The Fed) akan mempercepat laju tapering dan suku bunga dinaikkan lebih awal. Data-data terbaru dari Negeri Paman Sam memperkuat spekulasi tersebut dan menjadi "angin surga" bagi dolar AS.
Departemen Perdagangan AS kemarin malam melaporkan inflasi yang dilihat dari personal consumption expenditure (PCE) melesat 5% year-on-year (YoY) di bulan Oktober. Rilis tersebut menjadi yang tertinggi sejak November 1990.
Sementara inflasi inti PCE yang tidak memasukkan item energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 4,1% YoY, lebih tinggi dari bulan September 3,6% YoY, dan sesuai dengan prediksi Reuters. Inflasi yang menjadi acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter ini berada di level tertinggi sejak Januari 1991.
Selain itu belanja konsumen di bulan Oktober dilaporkan naik 1,3% dari bulan sebelumnya yang naik 0,6%. Belanja konsumen merupakan tulang punggung perekonomian AS, berkontribusi sekitar 70% dari total produk domestik bruto (PDB).
Pasca rilis tersebut, perangkat GDPNow milik The Fed Atalanta menunjukkan PDB berpeluang tumbuh 8,6% di kuartal IV tahun ini, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 8,2%.
Satu lagi yang mendongkrak kinerja dolar AS adalah rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed yang menunjukkan para anggota dewan siap menaikkan suku bunga lebih awal jika inflasi terus meningkat.
Secara teknikal, belum ada level-level yang harus diperhatikan mengingat rupiah stagnan kemarin. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih dalam tekanan sebab berada di atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50) di kisaran Rp 14.220/US$.
Level tersebut bisa menjadi kunci pergerakan rupiah di pekan ini.
Selain itu indikator Stochastic pada grafik harian bergerak turun dan semakin mendekati wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika USD/IDR mencapai oversold, maka kemungkinan akan berbalik naik, artinya risiko pelemahan rupiah semakin besar.
Seperti disebutkan sebelumnya, area MA 50 bisa menjadi kunci pergerakan. Jika tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.300/US$ hingga Rp 14.310/US$ yang merupakan MA 100. Rupiah akan semakin terpuruk di pekan ini jika resisten selanjutnya di Rp 14.335/US$ yang merupakan MA 200 juga dijebol.
Sementara itu jika kembali ke bawah MA 50 rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.180/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/market/20211124170143-17-294133/dolar-as-dapat-angin-surga-semoga-rupiah-tabah