Corporate Action

 

Duh! Ada Kabar Buruk Yang Bisa Bikin Rupiah "Lecek" Hari Ini

Posted on: Wednesday, November 17, 2021

 

Jakarta, CNBC Indonesia

Rupiah melemah tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.220/US$ Selasa kemarin. Tekanan bagi rupiah akan lebih besar pada perdagangan hari ini, Rabu (17/11), sebab indeks dolar AS melesat Selasa kemarin.

Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini kemarin melesat 0,52% ke 95,92, yang merupakan level tertinggi sejak Juli 2020. Sebabnya, data penjualan ritel Amerika Serikat yang lebih tinggi dari ekspektasi.

Departemen Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel di bulan Oktober tumbuh hingga 1,7%, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,8% dan lebih tinggi dari ekspektasi Dow Jones sebesar 1,5%.

Sementara itu, penjualan ritel inti yang tidak memasukkan sektor otomotif dalam perhitungan juga tumbuh 1,7%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,7%, dan ekspektasi 1%.

Data penjualan ritel tersebut menunjukkan perekonomian Amerika Serikat masih berada pada jalur pemulihan, di tengah inflasi yang tinggi. Sehingga risiko stagflasi menjadi minim.

Sementara itu dari dalam negeri, pasar saat ini menanti pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) pada Kamis (18/11). Hasil polling Reuters menunjukkan BI diperkirakan akan menahan suku bunga hingga akhir tahun depan, dan tetap memperhatikan arah kebijakan moneter The Fed.

Sejak pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda, BI sudah memangkas suku bunga sebesar 150 basis poin menjadi 3,5% yang merupakan rekor terendah dalam sejarah.

Dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang cenderung stabil meski The Fed sudah melakukan tapering, maka tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga bisa dikatakan nihil.

Suku bunga rendah masih diperlukan untuk membantu perekonomian Indonesia bangkit lagi setelah melambat di kuartal III-2021 lalu.

Namun, di sisi lain, inflasi tinggi yang melanda Amerika Serikat membuat pasar melihat The Fed akan agresif menaikkan suku bunga di tahun depan, yakni sebanyak 3 kali.

Jika itu terjadi, maka rupiah berisiko tertekan sebab selisih imbal hasil (yield) akan semakin menyempit. Sehingga pasar akan menanti petunjuk-petunjuk dari BI bagaimana merespon perubahan kebijakan The Fed.

Secara teknikal, tekanan bagi rupiah semakin membesar setelah kemarin melemah dan mengakhiri perdagangan di atas pola Hammer yang dibentuk Senin (15/11), yang merupakan sinyal kenaikan.

Selain itu, rupiah kini tertahan oleh rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50) di kisaran Rp 14.220/US$. Level tersebut bisa menjadi kunci pergerakan rupiah hari ini. Selain itu indikator Stochastic pada grafik harian bergerak turun tetapi belum mencapai wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Artinya, ketika USD/IDR mencapai oversold, maka kemungkinan akan berbalik naik, artinya rupiah berisiko terkoreksi. Artinya belum ada tekanan bagi rupiah dari indikator Stochastic.

Seperti disebutkan sebelumnya, area MA 50 bisa menjadi kunci pergerakan. Selama bertahan di bawahnya rupiah berpeluang kembali menguat ke Rp 14.200/US$. Penembusan di bawah level tersebut akan membawa rupiah menuju Rp 14.180/US$.

Sementara itu jika MA 50 di kisaran Rp 14.220/US$ dilewati, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.250/US$, menutup gap yang dibentuk Senin lalu. Jika level tersebut juga dilewati, rupiah berisiko melemah lebih dalam.



TIM RISET CNBC INDONESIA

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/market/20211116183237-17-292043/duh-ada-kabar-buruk-yang-bisa-bikin-rupiah-lecek-hari-ini