Posted on: Monday, November 1, 2021
Jakarta, CNBC Indonesia
Rupiah makin menjauhi Rp 14.000/US$ pada pekan lalu, padahal sebelumnya level psikologis tersebut nyaris ditembus. Sepanjang pekan lalu, rupiah tercatat melemah 0,32% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.165/US$ melansir data Refinitiv.
Peluang rupiah untuk menembus Rp 14.000/US$ di pekan ini juga cukup tipis, mengingat ada bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (4/11) dini hari waktu Indonesia.
The Fed hampir pasti melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini, dan pengumumannya akan dilakukan Kamis nanti.
Tapering pernah terjadi pada tahun 2013, dan membuat kurs rupiah jeblok. Tetapi saat ini kondisinya berbeda denga 2013, fundamental Indonesia sudah jauh lebih baik.
Selain itu, meski tapering sudah dikonfirmasi oleh ketua The Fed, Jerome Powell. Namun, tidak seperti 2013, tapering kali ini ditanggapi santai oleh pelaku pasar, belum terlihat adanya gejolak di pasar finansial global.
"Saya berfikir sekarang saatnya melakukan tapering, saya tidak berfikir sekarang saatnya menaikkan suku bunga," kata Powell dalam konferensi virtual Jumat (23/10), sebagaimana diwartakan Reuters.
Artinya, The Fed sukses melakukan komunikasi dengan pasar. Pada tahun 2013, ketika terjadi taper tantrum akibat pengumuman tapering, komunikasi yang kurang bagus dari The Fed dikatakan menjadi penyebabnya.
Meski tetap saja pelaku pasar melakukan aksi wait and see, hingga mendapat kepastian kapan tapering resmi dilakukan dan seberapa besar. Pasar saat ini melihat tapering paling cepat dilakukan pada pertengahan November dengan nilai US$ 15 miliar setiap bulannya dari saat ini US$ 120 miliar per bulan.
Selain tapering, pelaku pasar juga akan melihat sinyal kapan suku bunga akan dinaikkan.
Jika The Fed tidak agresif dalam melakukan tapering dan suku bunga diproyeksikan baru naik di 2023, rupiah berpeluang menguat di pekan ini.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan sebab belum terjadi pergerakan besar. Rupiah masih berada di gelombang (wave) ke-empat dari Elliott Wave terus melemah, yang merupakan fase koreksi, sebelum membentuk wave 5 yang merupakan berlanjutnya tren penguatan rupiah yang disimbolkan USD/IDR.
Rupiah sebelumnya mencapai puncak wave 3 terlihat dari pola Doji yang dibentuk pada Jumat (15/10). Secara psikologis, Doji menjadi indikasi pelaku pasar sedang bingung menentukan arah, apakah lanjut menguat, atau terkoreksi.
Selain itu indikator stochastic pada grafik harian sebelumnya juga berada di wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika USD/IDR mengalami oversold, maka harga berpotensi bergerak naik, artinya rupiah mengalami pelemahan. Rupiah sudah keluar dari oversold dan Stochastic bergerak naik.
Rupiah kini sudah berada di atas Rp 14.130/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 23,6% yang ditarik pada wave ke 3.
Selama tertahan di bawahnya, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.20, yang merupakan kisaran Fib. Retracement 38,2%.
Risiko koreksi wave 4 bisa mencapai Rp 14.250/US$ (Fib. Retracement 50%) di pekan ini.
Sebaliknya, jika kembali bawah Fib. Retracement 23,6%, rupiah berpeluang menguat hari ini, dengan target ke area Rp 14.070/US$ menjadi support terdekat. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang ke Rp 14.000/US$ di pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/market/20211031203818-17-287896/siap-siap-tapering-rupiah-bisa-ke-rp-14000-us--pekan-ini