Posted on: Monday, October 18, 2021
Jakarta, CNBC Indonesia
Rupiah berjaya, sepanjang pekan lalu mencatat penguatan lebih dari 1% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.070/US$. Sebelumnya, rupiah bahkan sempat menyentuh Rp 14.050/US$ yang merupakan level terkuat sejak 24 Februari lalu.
Rupiah sudah sangat dengan dengan level psikologis Rp 14.000/US$, mampukah pekan ini ditembus?
Jika sentimen pelaku pasar masih bagus seperti pekan lalu, rupiah tentunya berpeluang besar menembus level psikologis tersebut. Ketika sentimen sedang bagus, aliran modal akan masuk ke Indonesia yang menjadi modal bagi rupiah untuk menguat.
Sepanjang pekan lalu, di pasar saham investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 5,15 triliun. Nilai yang cukup besar. Kemudian di pasar obligasi.
Dari pasar obligasi, kemungkinan juga terjadi capital inflow di pasar sekunder. Hal ini terlihat dari penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun yang turun 8,1 basis poin hari in ke 6,269%.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat harga naik yield akan turun. Saat harga turun berarti terjadi aksi beli.
Sementara itu di pasar primer, penawaran yang masuk dari lelang obligasi yang dilakukan pemerintah sebesar Rp 50,15 triliun. Dari nilai tersebut yang dimenangkan sebesar Rp 8 triliun sesuai dengan target indikatif.
China akan mempengaruhi sentimen di awal pekan ini, bahkan tidak menutup kemungkinan sepanjang pekan. Sebabnya, Negeri Tiongkok akan merilis data produk domestik bruto (PDB) kuartal III-2021. Data tersebut bisa memberikan gambaran bagaimana perekonomian dunia mengingat China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia.
Forex Factory memprediksi PDB China akan tumbuh 5% di kuartal III-2021, melambat dari kuartal sebelumnya 7,9%. Pelambatan yang cukup besar, apalagi jika di bawah prediksi, maka sentimen pelaku pasar berisiko memburuk.
Secara teknikal, rupiah saat ini kemungkinan berada di ujung gelombang ketiga dari Elliott Wave, oleh karena itu kemungkinan akan membentuk gelombang (wave) ke 4 yang merupakan fase koreksi, sebelum membentuk wave 5 yang merupakan berlanjutnya tren penguatan rupiah yang disimbolkan USD/IDR.
Kemungkinan rupiah sudah berada di puncak wave 3 juga terlihat dari pola Doji yang dibentuk pada Jumat pekan lalu. Secara psikologis, Doji menjadi indikasi pelaku pasar sedang bingung menentukan arah, apakah lanjut menguat, atau terkoreksi.
Selain itu indikator stochastic pada grafik harian juga berada di wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika USD/IDR mengalami oversold, maka harga berpotensi bergerak naik, artinya rupiah mengalami pelemahan.
Area Rp 14.100/US$ menjadi resisten terdekat yang akan menahan koreksi rupiah. Jika ditembus, rupiah berisiko melemah ke kisaran Rp 14.150/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 23,6% yang ditarik pada wave ke 3.
Risiko koreksi wave 4 bisa mencapai Rp 14.250/US$ (Fib. Retracement 50%), yang bisa terjadi di pekan ini.
Meski demikian, rupiah juga masih memiliki peluang menguat bahkan menembus ke bawah Rp 14.000/US$ di pekan ini. Syaratnya, selama bertahan di bawah Fib. Retracement 23,6% di kisaran Rp 14.150/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/market/20211018073011-17-284555/berada-di-ujung-wave-3-rupiah-sulit-tembus-rp-14000-us-