Posted on: Monday, August 2, 2021
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sukses membukukan penguatan 0,21% melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu ke Rp 14.460/US$.
Jebloknya indeks dolar AS menjadi pemicu penguatan rupiah, dan berpotensi berlanjut pada perdagangan Senin (2/8/2021). Meski demikian, sentimen dari dalam negeri menjadi salah satu perhatian utama hari ini.
Sepanjang pekan lalu, indeks dolar AS merosot 0,8% ke 92,174. Kemerosotan tersebut dipicu pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) yang masih belum memberikan kejelasan kapan waktu tapering.
Selain itu, rilis data pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam juga mengecewakan. Departemen Perdagangan AS melaporkan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 6,5% di kuartal II, sedikit lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya 6,3%, tetapi jauh di bawah estimasi Dow Jones sebesar 8,4%.
Namun, pada hari Jumat, inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) di bulan Juni dilaporkan melesat 3,5% (year-on-year/YoY), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 3,4% YoY, tetapi di bawah hasil polling Reuters sebesar 3,7%.
Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun Juli 1991.
Inflasi PCE yang merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter, rilis yang lebih rendah dari ekspektasi, plus PDB yang juga lebih rendah dari prediksi membuat spekulasi tapering tidak akan dilakukan di tahun ini semakin menguat. Hal tersebut tentunya akan menekan dolar AS, dan pagi ini sudah turun lagi 0,1%.
Dari dalam negeri, pelaku pasar hari ini akan menanti apakah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 di perpanjang lagi dengan pelonggaran lebih lanjut atau tanpa pelonggaran.
Pelonggaran pertama dilakukan berlaku mulai 26 Juli 2021 lalu hingga hari ini (2/8/2021). Sejak pelonggaran tersebut hingga Minggu kemarin rata-rata penambahan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) sebanyak 39.133 orang per hari, turun dari rata-rata 7 hari sebelumnya 41.289 orang per hari.
Sebelum pengumuman kelanjutan PPKM level 4, pasar dalam negeri sudah dibayangi sentimen negatif. IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) merosot ke level 40,1 dari sebelumnya 53,4. Ini merupakan kali pertama PMI manufaktur mengalami kontraksi setelah sebelumnya berekspansi dalam 8 bulan beruntun.
Rilis tersebut tentunya bisa memberikan tekanan bagi rupiah di awal perdagangan hari ini.
Secara teknikal, rupiah pada pekan sempat menembus batas bawah pola Rectangle di Rp 14.450/US$. Pola tersebut sudah terbentuk sejak akhir Juni lalu, artinya selama 1 bulan rupiah bergerak di dalam Rectangle, sehingga penembusan salah satu batasnya menjadi penting menentukan kemana rupiah melangkah.
Batas atas pola tersebut berada di kisaran Rp 14.550/US$.
Mata Uang Garuda saat ini sedikit diuntungkan dengan munculnya pola-pola candle stick. Pada Rabu (30/6/2021), rupiah membentuk pola Shooting Star, sehari setelahnya muncul pola Gravestone Doji. Keduanya tersebut merupakan pola ini merupakan sinyal reversal atau berbalik arahnya harga suatu aset. Dalam hal ini dolar AS melemah dan rupiah yang menguat.
Level psikologis Rp 14.500/US$ menjadi resisten terdekat. Selama tertahan di bawahnya rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.450/US$ yang merupakan batas bawah pola rectangle.
Jika mampu menembus level tersebut, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.400/US$. Di pekan ini, jika mampu melewati level yang disebutkan terakhir, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.350/US$.
Sementara jika kembali ke atas Rp 14.500/US$, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.550/US$ yang merupakan batas atas pola Rectangle.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: "https://www.cnbcindonesia.com/market/20210802075709-17-265282/tunggu-kelanjutan-ppkm-jokowi-rupiah-bakal-galau-hari-ini"