Posted on: Tuesday, January 19, 2021
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah 0,36% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.060/US$ pada perdagangan Senin kemarin (18/1). Sentimen positif datang dari China yang year-on-year (YoY), lebih tinggi dari prediksi Reuters sebesar 6,1% YoY, dan melesat dari kuartal sebelumnya 4,9% YoY.
Saat negara-negara lain masuk ke jurang resesi, China berhasil lolos, sebab produk domestik bruto (PDB) hanya sekali mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 6,8% di kuartal I-2020. Setelahnya, ekonomi China kembali bangkit dan membentuk kurva V-Shape.
Penyebabnya dolar AS sedang kuat-kuatnya. Pada Jumat pekan lalu, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS kemarin menyentuh level tertinggi sejak 21 Desember lalu.
Kenaikan yield obligasi (Treasury) menjadi pemicu penguatan dolar AS. Yield Treasury tenor 10 tahun misalnya, dua pekan lalu melesat 19,5 bps, sementara pekan lalu sempat naik 8 bps ke 1,187%, yang merupakan level tertinggi sejak Maret tahun lalu, atau persis saat penyakit akibat virus corona dinyatakan sebagai pandemi.
Artinya, yield Treasury AS kini nyaris mencapai level sebelum pandemi.
Kenaikan yield Treasury tersebut membuat selisihnya dengan yield SBN semakin menipis, sehingga menekan pasar obligasi. Selain itu ada risiko terjadinya capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, yang memberikan tekanan bagi rupiah.
Meski demikian, pada perdagangan Selasa (19/1/2021) rupiah berpeluang menguat sebab dolar AS akhirnya "ngerem". Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS kemarin sempat menguat, tetapi pada akhirnya stagnan di kisaran 90,768. Yield Treasury AS juga mengalami penurunan, tenor 10 tahun yang biasa menjadi acuan berada di kisaran 1,097%, turun 3,2 bps.
Secara teknikal, rupiah meski kemarin melemah tetapi masih di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.
Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.
Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.
Artinya jika hari ini rupiah kembali ke bawah MA 50, pola death cross akan berlanjut yang bisa membawa Mata Uang Garuda kembali perkasa.
Sementara itu, indikator stochastic bergerak mendatar dan cukup jauh dari wilayah jenuh jual (oversold) atau pun jenuh beli (overbought)
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Support terdekat berada di level psikologis Rp 14.000/US$, yang kemarin menahan penguatan rupiah. Potensi penguatan hari ini masih di level tersebut, dan jika berhasil ditembus rupiah berpeluang menguat ke level Rp 13.940 hingga Rp 13.900/US$ di pekan ini.
Peluang penguatan lebih jauh akan terbuka cukup lebar jika rupiah mampu mengakhiri perdagangan di bawah level Rp 13.900/US$.
Sementara jika kembali ke atas Rp 14.100 rupiah berisiko melemah ke Rp 14.135/US$ hingga Rp 14.170/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: "https://www.cnbcindonesia.com/market/20210119084438-17-217018/dolar-as-mulai-injak-rem-saatnya-rupiah-tembus-rp-14000-us-"