Posted on: Friday, November 20, 2020
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tajam, 0,64%, melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin (19/11/2020).
Bank Indonesia Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia sebelumnya memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate masih bertahan di 4%.
"Keputusan ini mempertimbangkan perkiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan langkah pemulihan ekonom nasional," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam jumpa pers usai RDG.
BI juga memperkirakan inflasi akan rendah di tahun ini, bahkan di bawah 2%.
Penurunan suku bunga sebenarnya berdampak negatif bagi rupiah, sebab jumlah uang yang beredar berpotensi bertambah. Selain itu, imbal hasil (yield) di Indonesia menjadi menurun, sehingga ada risiko aliran modal asing tersendat. Tetapi, dengan inflasi yang rendah, real return berinvestasi di dalam negeri masih akan relatif tinggi, sehingga kemungkinan masih akan menarik bagi investor asing.
Sementara itu pada hari ini, Jumat (20/11/2020), data transaksi berjalan (current account) akan memberikan dampak yang signifikan ke pergerakan rupiah.
Transaksi berjalan merupakan satu dari dua komponen Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), dan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.
Transaksi berjalan sudah mengalami defisit sejak kuartal IV-2011, sehingga menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia.
Kala defisit membengkak, Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga guna menarik hot money di pos transaksi modal dan finansial (komponen NPI lainnya) sehingga diharapkan dapat mengimbangi defisit transaksi berjalan, yang pada akhirnya dapat menopang penguatan rupiah.
Namun, kala suku bunga dinaikkan, suku bunga perbankan tentunya ikut naik, sehingga beban yang ditanggung dunia usaha hingga rumah tangga akan menjadi lebih besar. Akibatnya, investasi hingga konsumsi rumah tangga akan melemah, dan roda perekonomian menjadi melambat.
Kini dengan "hantu" CAD yang diperkirakan pergi dari Indonesia untuk pertama kalinya dalam 9 tahun terakhir, akan menjadi modal rupiah untuk menguat di sisa tahun ini.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR meski melemah cukup tajam tetapi masih auh di bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA 50), 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200), sehingga memberikan momentum penguatan.
Sementara itu, indikator stochastic pada grafik harian berada di wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Artinya ada risiko rupiah akan terkoreksi akibat aksi ambil untung (profit taking), dengan resisten berada di kisaran Rp 14.0150/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah lebih jauh ke Rp 14.200/US$, sebelum menuju Rp 14.260/US$.
Sementara itu support terdekat berada di kisaran Rp 14.100/US$ hingga Rp 14.090/US$, penembusan di bawah level tersebut akan membawa rupiah ke Rp 14.050/US$.
TIK RISET CNBC INDONESIA
Sumber: "https://www.cnbcindonesia.com/market/20201120082553-17-203253/hantu-cad-enyah-dari-ri-rupiah-bisa-perkasa-lagi"