Posted on: Monday, October 26, 2020
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat 0,14% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.650/US$ pekan lalu, maju mundur stimulus fiskal di AS menjadi isu utama perdagangan pasar valuta asing.
Hingga hari ini, Senin (26/10/2020, belum ada tanda-tanda stimulus tersebut belum juga cair, dan kemungkinan tidak akan cair sebelum pemilihan presiden di AS 3 November mendatang selesai, sebab waktu yang sudah mepet.
Para politis Paman Sam tentunya ingin memastikan siapa yang akan berkuasa baik eksekutif maupun legislatif.
Stimulus fiskal akan membuat jumlah uang beredar di perekonomian semakin banyak, secara teori nilai tukar dolar AS akan melemah. Dengan tertundanya stimulus fiskal tersebut, dolar AS masih bisa bernafas dan menekan rupiah.
Sementara itu pekan ini akan rilis data produk domestik bruto (PDB) AS yang diprediksi tumbuh hingga 31,9%, dolar AS tentunya makin bertenaga. Data PDB AS akan dirilis pada hari Kamis nanti, saat pasar Indonesia libur panjang mulai 28 Oktober.
Perdagangan di pekan ini hanya akan berlangsung selama 2 hari hingga Selasa besok, sehingga pelaku pasar akan cenderung wait and see. Apalagi ada risiko peningkatan kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) saat libur panjang, dan Gubernur DKI Jakarta mengancam akan kembali menarik rem darurat lagi alias memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) apabila terjadi lonjakan kasus Covid-19 di Ibu Kota.
"Dalam hal ini, seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta dapat menerapkan kembali kebijakan Rem Darurat (Emergency Brake). Artinya, apabila terjadi tingkat penularan yang mengkhawatirkan, Pemprov DKI Jakarta dapat menghentikan seluruh kegiatan yang sudah dibuka selama PSBB Masa Transisi dan menerapkan kembali pengetatan," ujar Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, pada Minggu (25/10).
Jika PSBB kembali diketatkan, maka pemulihan ekonomi di Indonesia akan semakin lambat, dan rupiah bersiko tertekan.
Secara teknikal, rupiah di pekan ini berakhir di atas Rp 14.640/US$. Level tersebut merupakan Neckline dari pola Double Top yang terbentuk sejak Jumat (25/9/2020).
Sementara itu, indikator stochastic pada grafik harian akhirnya masuk ke wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang masuk ke wilayah jenuh jual berisiko membatasi penguatan rupiah hingga memicu koreksi.
Jika tertahan di atas Rp 14.640/US$, rupiah berisiko melemah menuju Rp 14.700/US$.
Resisten kuat ada di Level Rp 14.730/US$, yang merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
Level tersebut diperkuat dengan rerata pergerakan 50 hari (Moving Average/MA50) yang digambarkan dengan garis hijau, berada di kisaran Rp 14.730/US$.
Di sisi lain, pola Double Top merupakan sinyal pembalikan arah, artinya rupiah memiliki peluang menguat.
Namun, untuk menguat lebih jauh, rupiah menembus konsisten di bawah Neckline Rp 14.640/US$.
Puncak Double Top berada di level Rp 14.950/US$, hingga ke Neckline Rp 14.640/US$, artinya ada jarak Rp 310. Sehingga Jika Rupiah berhasil melewati dan bertahan di bawah Neckline, rupiah memiliki peluang menguat Rp 310, yakni di Rp 14.330/US$ dalam jangka menengah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: "https://www.cnbcindonesia.com/market/20201026082914-17-197016/gubernur-anies-ancam-ketatkan-psbb-lagi-rupiah-bisa-ko-nih"