Posted on: Friday, October 23, 2020
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah 0,21% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.640/US$ pada perdagangan Kamis kemarin (22/10/2020).
Meski demikian, dolar AS sebenarnya masih belum terlalu kuat, sebab pelaku pasar masih melakukan aksi wait and see perkembangan stimulus fiskal di AS, dan masih akan mempengaruhi pergerakan pasar hari ini, Jumat (23/10).
Sayangnya, stimulus fiskal di AS kemungkinan tidak akan cair di pekan ini yang kemungkinan akan membuat dolar AS kuat lagi.
Perundingan antara Nancy Pelosi, Ketua DPR (House of Representatif) Amerika Serikat (AS) dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin yang membahas stimulus tersebut masih berlangsung.
Pelosi memberikan sinyal adanya kemajuan perundingan stimulus fiskal kemarin.
"Jika tidak ada kemajuan, saya tidak akan menghabiskan detik sekalipun di dalam perundingan ini. Ini adalah usaha yang serius. Saya percaya kami semua ingin mencapai kesepakatan," kata Pelosi sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (22/10/2020).
Meski demikian Pelosi juga memberikan indikasi stimulus kemungkinan belum akan cair sebelum pemilihan presiden 3 November mendatang. Ia mengatakan butuh waktu untuk menyelesaikan dan menandatangani undang-undang stimulus fiskal, artinya harapan akan cairnya stimulus di pekan ini.
Secara teknikal, rupiah kemarin berakhir persis di Rp 14.640/US$. Level tersebut merupakan Neckline dari pola Double Top yang terbentuk sejak Jumat (25/9/2020).
Pola ini menjadi sinyal pembalikan arah, artinya rupiah memiliki peluang menguat.
Namun, untuk menguat lebih jauh, rupiah konsisten di bawah Neckline Rp 14.640/US$.
Puncak Double Top berada di level Rp 14.950/US$, hingga ke Neckline Rp 14.640/US$, artinya ada jarak Rp 310. Sehingga Jika Rupiah berhasil melewati dan bertahan di bawah Neckline, rupiah memiliki peluang menguat Rp 310, yakni di Rp 14.330/US$ dalam jangka menengah.
Indikator stochastic pada grafik harian akhirnya masuk ke wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang masuk ke wilayah jenuh jual berisiko membatasi penguatan rupiah hingga memicu koreksi.
Jika tertahan di atas Rp 14.640/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah menuju Rp 14.700/US$.
Resisten kuat ada di Level Rp 14.730/US$, yang merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
Level tersebut diperkuat dengan rerata pergerakan 50 hari (Moving Average/MA50) yang digambarkan dengan garis hijau, berada di kisaran Rp 14.730/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: "https://www.cnbcindonesia.com/market/20201023082444-17-196489/stimulus-as-mundur-bagaimana-nasib-rupiah-hari-ini"