Posted on: Wednesday, October 14, 2020
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) di Rp 14.680/US$ pada perdagangan Selasa (13/10/2020) setelah melemah tipis, 0,03%, di hari sebelumnya. Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate 4% kemarin membuat rupiah bangkit dari zona merah.
Rupiah baru akan merespon penuh pengumuman kebijakan moneter BI pada hari ini, Rabu (14/10/2020), sebab kemarin pasar sudah ditutup kurang dari 30 menit setelahnya.
Selain suku bunga yang ditahan dalam 4 bulan beruntun, ada kabar bagus lainnya, BI memperkirakan transaksi berjalan atau current account pada kuartal III-2020 bisa mencatatkan surplus. Jika terwujud maka akan menjadi surplus pertama sejak 2011.
"Transaksi berjalan pada kuartal III-2020 diperkirakan akan mencatat surplus. Dipengaruhi oleh perbaikan ekspor dan penyesuaian impor sejalan dengan permintaan domestik yang belum cukup kuat," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usar Rapat Dewan Gubernur Periode September 2020, Selasa (13/10/2020).
Surplus current account artinya pasokan devisa menjadi lebih besar, sehingga BI memiliki lebih banyak amunisi untuk menstabilkan rupiah jika mengalami gejolak.
Meski demikian, rupiah tidak akan mudah menguat sebab dolar AS sedang ngamuk lagi.
Stimulus fiskal di AS yang masih belum ada kejelasan hingga saat ini membuat sentimen pelaku pasar memburuk, bursa saham AS melemah dan the greenback yang menyandang status safe haven kembali diburu pelaku pasar. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam, kemarin naik 0,5%. Kenaikan 0,5% tersebut cukup besar untuk indeks dolar AS, sehingga berisiko memberikan tekanan kuat ke rupiah.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan mengingat rupiah berakhir stagnan kemarin. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR kini berada di bawah US$ 14.730/US$, yang menjadi kunci pergerakan.
Level US$ 14.730/US$ merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
Level tersebut diperkuat dengan rerata pergerakan 50 hari (Moving Average/MA50)yang digambarkan dengan garis hijau, berada di kisaran Rp 14.730/US$.
Selama tertahan di bawahnya, rupiah berpeluang terus menguat, tetapi jika balik lagi di atas level kunci, Mata Uang Garuda akan kembali melemah.
Indikator stochastic pada grafik harian kini mulai mendekati wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang belum masuk wilayah jenuh jual memberikan ruang penguatan bagi rupiah.
Selain itu, penguatan rupiah juga terjadi setelah munculnya pola Double Top sejak Jumat (25/9/2020). Pola ini menjadi sinyal pembalikan arah, artinya rupiah memiliki peluang menguat. Namun, untuk menguat lebih jauh, rupiah perlu menembus dan mengakhiri perdagangan di bawah Neckline Rp 14.640/US$.
Sementara itu resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.700/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah ke level kunci Rp 14.730/US$. Rupiah akan merana pada hari ini seandainya level tersebut juga dilewati.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: "https://www.cnbcindonesia.com/market/20201014082717-17-194159/waspada-dolar-as-ngamuk-rupiah-bisa-dihajar-hari-ini"