Posted on: Tuesday, October 13, 2020
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis 0,03% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.860/US$ pada perdagangan Senin kemarin (12/10). Pelemahan tersebut sekaligus mengakhiri penguatan 5 hari beruntun yang dibukukan sepanjang pekan lalu.
Selama periode reli tersebut, rupiah mencatat penguatan 1,05%, sehingga memicu aksi profit taking yang membuatnya melemah.
Pergerakan rupiah kemungkinan akan kembali tipis-tipis pada hari ini, Selasa (13/10/2020) mengingat Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) mulai pukul 14:00 WIB nanti.
Spekulasi pemangkasan suku bunga BI menjadi salah satu faktor yang menekan rupiah sejak pertengahan tahun lalu. Fitch Solutions misalnya, memprediksi suku bunga BI di akhir tahun sebesar 3,75%, artinya akan ada pemangkasan sebanyak 1 kali lagi sebesar 25 basis poin sebelum akhir tahun nanti.
Pada pertengahan Juli lalu, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.
Total di tahun ini, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali dengan total 100 bps. Tidak hanya memangkas suku bunga, BI juga memberikan banyak stimulus moneter, tujuannya, guna memacu perekonomian yang nyungsep.
Penurunan suku bunga oleh BI menjadi salah satu penyebab melempemnya rupiah. Rupiah merupakan mata uang yang mengandalkan yield tinggi untuk menarik minat investor. Kala suku bunga dipangkas, yield tentunya juga akan menurun, sehingga rupiah menjadi kurang menarik.
Melansir data Refinitiv, rupiah mulai dalam tren pelemahan sejak 8 Juni lalu, saat itu rupiah berada di level Rp 13.850/US$, sementara pada hari ini di Rp 13.850/US$, sementara pada hari ini di Rp 14.680/US$. Artinya selama periode tersebut rupiah melemah sekitar 6%.
Meski demikian, untuk saat ini, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 4%.
Apalagi Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam 2 edisi RDG sebelumnya mengindikasikan tidak akan lagi menurunkan suku bunga.
Jika itu kembali ditegaskan, rupiah berpeluang kembali menguat, meski efek penuhnya baru akan terlihat besok mengingat perdagangan dalam negeri berakhir pada pukul 15:00 WIB.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR kini berada di bawah US$ 14.730/US$, yang menjadi kunci pergerakan.
Level US$ 14.730/US$ merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
Selama tertahan di bawahnya, rupiah berpeluang terus menguat, tetapi jika balik lagi di atas level kunci, Mata Uang Garuda akan kembali melemah.
Indikator stochastic pada grafik harian kini mulai mendekati wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang belum masuk wilayah jenuh jual memberikan ruang penguatan bagi rupiah.
Selain itu, penguatan rupiah juga terjadi setelah munculnya pola Double Top sejak Jumat (25/9/2020). Pola ini menjadi sinyal pembalikan arah, artinya rupiah memiliki peluang menguat. Namun, untuk menguat lebih jauh, rupiah perlu menembus dan mengakhiri perdagangan di bawah Neckline Rp 14.640/US$.
Sementara itu resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.700/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah ke level kunci Rp 14.730/US$. Rupiah akan merana pada hari ini seandainya level tersebut juga dilewati.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: "https://www.cnbcindonesia.com/market/20201013082954-17-193831/rupiah-melemah-lagi-atau-balik-menguat-tergantung-pak-perry"