Posted on: Friday, October 9, 2020
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah membukukan penguatan 4 hari beruntun pada perdagangan Kamis kemarin, meski di dalam negeri situasi kurang kondusif akibat demonstrasi penolakan Undang-undang Cipta Kerja yang berujung kerusuhan.
Dolar AS yang sedang lesu membuat rupiah mampu membukukan penguatan tipis 0,03% ke Rp 14.685/US$. Total dalam 4 hari terakhir, penguatan rupiah tercatat sekitar 1%.
Dolar AS sedang lesu dalam 2 hari terakhir, tarik ulur pembahasan stimulus fiskal tidak bisa membantu kinerja the greenback. Dolar AS dalam situasi "maju kena, mundur kena" menghadapi stimulus fiskal.
Presiden AS, Donald Trump, pada Selasa waktu setempat meminta perundingan stimulus senilai US$ 2,2 triliun dihentikan hingga pemilihan presiden 3 November mendatang.
"Saya menginstruksikan perwakilan untuk berhenti bernegosiasi sampai setelah pemilihan presiden," tulisnya di Twitter pribadinya @realDonaldTrump, Selasa (6/10/2020) sore waktu setempat.
Dolar AS sempat menguat merespon hal tersebut. Tetapi, tanpa stimulus fiskal pemulihan ekonomi AS akan terancam, dan malah akan tertinggal dari negara-negara lainnya baik di Eropa maupun Asia. Alhasil, dolar AS kembali tertekan.
Terbaru, Presiden Trump berubah sikap terhadap stimulus fiskal, pada Rabu waktu setempat mendesak Kongres menyetujui program stimulus senilai US$ 1.200 untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga AS, kemudian US$ 25 miliar untuk industri penerbangan, dan US$ 135 miliar pinjaman untuk usaha kecil.
Berubahnya sikap Trump tersebut membuat sentimen pelaku pasar membaik, bursa saham AS melesat naik dalam 2 hari terakhir, yang mengindikasikan sentimen pelaku pasar membaik dan bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah untuk membukukan penguatan 5 hari beruntun pada perdagangan hari ini, Jumat (9/10/2020). Apalagi dengan situasi dalam negeri yang kondusif pasca demonstrasi rusuh kemarin, rupiah tentunya berpeluang melesat.
Kala sentimen pelaku pasar membaik, dolar AS yang merupakan aset safe haven menjadi tidak menarik. Selain itu, jika stimulus fiskal cair, maka jumlah uang yang beredar akan bertambah di perekonomian, nilai dolar AS pun akan melemah.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan sebab rupiah menguat tipis. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR kini berada di US$ 14.730/US$, yang menjadi kunci pergerakan.
Level US$ 14.730/US$ merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).
Selama tertahan di bawahnya, rupiah berpeluang terus menguat, tetapi jika balik lagi di atas level kunci, Mata Uang Garuda akan kembali melemah.
Indikator stochastic pada grafik harian kini bergerak turun tetapi masih belum masuk wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang belum masuk wilayah jenuh jual memberikan ruang penguatan yang lebih besar bagi rupiah.
Selain itu, penguatan rupiah juga terjadi setelah munculnya pola Double Top sejak Jumat (25/9/2020). Pola ini menjadi sinyal pembalikan arah, artinya rupiah memiliki peluang menguat. Namun, melesat lebih jauh, rupiah perlu menembus dan mengakhiri perdagangan di bawah Neckline Rp 14.640/US$.
Peluang rupiah menguat menuju Neckline tersebut pada hari ini masih terbuka selama bertahan di bawah Rp 14.730/US$.
Namun, jika kembali ke atas level tersebut, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.790/US$. Resisten selanjutnya berada di level Rp 14.830/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sumber: "https://www.cnbcindonesia.com/market/20201009083344-17-193033/dolar-as-maju-kena-mundur-kena-rupiah-siap-melesat-lagi"